Oleh: Agustinus Angkur, S.Pd
Guru PKN SMP N 3 Pacar, Kec. Pacar, Kab. Manggarai Barat
fOTO: Agustinus Angkur, S.PdINFOSMPN3PACAR.COM-Sekolah adalah salah satu tempat yang berfungsi memanusiakan manusia atau
memanusiakan anak didiknya. Istilah di atas muncul dari pendapat ahli yang
mengatakan manusia adalah binatang berakal. Dalam diri manusia,
masih terdapat sifat-sifat kebinatangan. Sifat-sifat itu nantinya akan hilang
dengan mengenyam pendidikan, yang dimana dalam hal ini salah satu tempatnya
adalah sekolah
Selama
ini, banyak sekolah-sekolah yang hanya peduli dengan aspek kognitif
(pengetahuan) peserta didik. Nilai akademis menjadi tolak ukur kepintaran
seorang siswa. Misalnya, jika anak mendapat nilai 60 ke atas, maka ia
dikategorikan sebagai siswa berprestasi, meski di luar sekolah, ia bersikap
semaunya. Sebaliknya, jika anak mendapat nilai 0-50, ia dikatakan sebagai siswa
bodoh atau tidak berprestasi. Pola pikir yang demikian, menurut saya adalah pemikiran
yang kuno atau kolot.
Mengembangkan
potensi peserta didik sama artinya dengan menempatkan para siswa sebagai
manusia yang utuh, yakni manusia yang di dalamnya tersimpan potensi kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Ketiga aspek ini harus mendapat sentuhan yang
proporsional (sebanding atau seimbang), agar kelak di kemudian hari peserta
didik tumbuh dan berkembang menjadi manusia seutuhnya (H. D. Iryanto, 2012:21).
Artinya sekolah yang menjadi sumber ilmu bagi peserta didik harus betul-betul
mengembangkan ketiga aspek ini, bukan hanya salah satunya.
Ketiganya
harus mendapat kesempatan yang sama dalam seluruh rangkaian proses pembelajaran
di sekolah.
Ki
Hajar Dewantara (via H.
D. Iryanto, 2012:7 ) mengatakan bahwa pendidikan dimaknai sebagai proses
menuntun para murid agar mereka tumbuh menjadi manusia yang selamat, bahagia,
baik di dunia maupun di akhirat. Pendapat ini pun menurut saya, menuntut
sekolah untuk menyeimbangkan ketiga aspek tadi.
Benyamin
S. Bloom, mengatakan bahwa, setiap anak memiliki tiga aspek, yakni aspek
kognitif (pengetahuan), aspek afektif (sikap), aspek psikomotorik
(keterampilan). Dua aspek ini (afektif dan psikomotorik) terkadang dilupakan
oleh sekolah untuk diterapkan kepada anak didiknya. H. D. Iryanto (2012:7)
mengatakan bahwa aspek afektif dan psikomotorik perlu dikembangkan, dua aspek
ini justru amat menentukan kesuksesan bagi seseorang di dunia kerja.
Terinspirasi
teori Benyamin S. Bloom ini, SMP N 3 Pacar, Kecamatan Pacar, Manggarai Barat,
mencanangkan program PSP. Program PSP ini dicanangkan untuk membentuk dan
mengembangkan aspek afektif anak. Program ini juga bertujuan untuk membebaskan
sekolah dari sampah-sampah plastik yang mencemari lingkungan sekolah. Apalagi
jenis sampah ini tidak bisa lapuk.
SMP
N 3 Pacar yang terletak di Kecamatan Pacar, Kabupaten Manggarai Barat ini
termasuk salah satu sekolah yang jumlah muridnya lumayan banyak, yaitu 490
lebih siswa dari berbagai desa sekitar di Kecamatan Pacar. Program PSP ini
dicanangkan melihat banyak sekali sampah plastik yang tersebar di lingkungan
sekolah. Sampah ini umumnya bungkusan jajan yang dikonsumsi siswa/siswi.
Sehabis jajan, bungkusannya dibuang begitu saja di halaman sekolah atau sekitar
sekolah. Melihat itu, tergeraklah hati untuk mencanangkan program ini. Apalagi
program ini sangat mempan membentuk aspek sikap atau afektif siswa untuk peduli
terhadap kebersihan lingkungan sekolah, khususnya memusnahkan sampah plastik.
Selama ini, kepedulian siswa/siswi terhadap kebersihan lingkungan sekolah
terbilang mati. Untuk itu, mereka perlu dibangunkan dan disadarkan tentang
pentingnya menjaga kebersihan lingkungan sekolah.
Hellen
Keller mengatakan karakter tidak didapat dengan mudah dalam kesenyapan. Ia
hanya diperoleh dari pengalaman, ujian, dan penderitaan yang memperteguh jiwa
dan membersihkan visi. Untuk itu, program ini dibumikan, guna membentuk
karakter atau sikap anak. Anak didik dilatih untuk peduli dengan kebersihan
lingkungan sekolah. Sekolah sebagai wadah pendidikan menuntun anak didiknya
agar memiliki sikap mencintai alam sekitar. Harapannya, kepedulian terhadap
lingkungan terus dikembangkan anak sendiri di lingkungan tempat tinggalnya
masing-masing.
Sekolah
diharapkan tidak hanya mengembangkan aspek kognitif saja, tetapi juga perlu
mengembangkan dua aspek lainnya, yakni aspek afektif dan aspek psikomotorik.
Kalau selama ini sekolah menganggap dua aspek (afektif dan psikomotorik) tidak
penting atau tidak dikembangkan, maka saatnya sekolah harus sadar bahwa dua
aspek ini perlu dikembangkan. Sekolah harus mampu membuat terobosan, memiliki
keberanian untuk keluar dari kebiasaan lama. Sehingga anak tidak hanya cerdas
secara intelektual, namun juga harus cerdas dalam bersikap dan menghasilkan
sesuatu (psikomotorik). Pembelajaran di sekolah tidak hanya monoton menjelaskan
materi (pengetahuan) namun juga perlu mengembangkan aspek lainnya. Program PSP
ini adalah salah satu bentuk program pembentukan sikap siswa agar peduli dengan
lingkungan.
Tugas
guru tidaklah sekedar memberikan materi, berkotbah di depan kelas tanpa peduli
mengembangkan sikap dan keterampilan peserta didiknya. Sebagai agen perubahan,
guru tidaklah sekedar menjadikan peserta didiknya memperoleh nilai yang tinggi
dalam tes atau ulangan. Tugas guru selain itu adalah membentuk karakter peserta
didiknya agar menjadi cerdas secara kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Sehingga kelak penilaian guru terhadapnya benar-benar otentik. Inilah esensi
terbentuknya program PSP ini, untuk membentuk karakter (afektif) dalam diri
peserta didik.
REDAKSI: Stano