Analisis Diksi (Struktur Formal Dan Struktur Leksikal: Sinonimi ) Dalam Puisi “Kangen” Karya W.S Rendr

Foto: Siprianus Hancu, S. Pd

 

  1. Pendahuluan

Puisi dapat didefenisikan sebagai sejenis bahasa yang mengatakan lebih banyak dan lebih intensif daripada apa yang dikatakan oleh bahasa harian (Perrine dalam Siswantoro, 2010: 23). Defenisi di atas menyatakan secara implisit bahwa puisi sebagai bentuk sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Bahasa puisi memiliki ciri tersendiri yakni kemampuannya mengungkapkan lebih intensif dan lebih banyak ketimbang bahasa biasa yang sifatnya informatif praktis. Dalam KBBI (1994: 794), puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh rima, irama serta penyusunan larik dan bait.


Puisi adalah luapan emosi pengarang yang diungkapkan dengan kata-kata indah. Bahasa dalam puisi tertata secara artistik, sehingga komposisinya terasa lebih menarik. Puisi juga bisa dikatakan sebagai bentuk seni. Hal ini karena dalam puisi yang diutamakan adalah seni itu sendiri. Dengan bahasa yang artistik memungkinkan sebuah puisi menjadi karya yang baik.


Puisi yang menarik adalah puisi yang menggunakan diksi yang menarik pula. Dalam menciptakan puisi, penyair dituntut untuk memilih diksi yang tepat agar apa yang ingin disampaikannya kepada pembaca mudah dipahami dan menarik.


Diksi adalah pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Pemilihan diksi dala puisi berhubungan erat dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Pilihan kata akan mempengaruhi ketepatan makna dan keselarasan bunyi. Diksi merujuk kepada pilihan kata. Diksi mencakup kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana pengelompokan kata-kata yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi (Goris Keraf, 2010: 24). Pilihan kata atau diksi terkait erat dengan pengungkapan gagasan yang artistik sehingga proses penciptaan bukanlah proses spontanitas. Diksi merupakan pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca. Adalah suatu kekeliruan yang besar untuk menganggap bahwa persoalan pilihan kata adalah persoalan yang sederhana, persoalan yang tidak perlu dibicarakan atau dipelajari karena akan terjadi dengan sendirinya secara wajar pada setiap manusia (Gorys, 2010: 23).


Ragam diksi merujuk kepada variasi diksi, seperti ragam formal dan non formal (struktur leksikal). Aspek formal terkait dengan penggunaan bahasa ragam baku, yakni ragam bahasa yang dipakai dalam situasi formal atau resmi. Jenis ragam ini diandai dengan penggunaan kosakata serta ucapan yang standar.


Dalam penelitian ini peneliti membatasi penelitian pada diksi ragam formal dan diksi struktur leksikal: sinonimi. Sinonimi merujuk pada penggunaan kata-kata atau kalimat yang maknanya kurang lebih sama atau mirip (KBBI, 2008: 1357). Di dalam puisi sinonimi berfungsi memberi penekanan pada makna kata atau kalimat tertentu seperti yang dimaksudkan oleh penyair. Seperti halnya repetisi, sinonimi memberi penekanan pada makna kata tertentu dengan cara menggunakan kata lain (Siswantoro, 2010: 109). Dengan menggunakan kata yang berbeda namun memiliki makna yang kurang lebih sama dalam sebuah karya sastra  (puisi) mengakibatkan terciptanya variasi bentuk ungkapan. Adanya variasi yang demikian membuat sebuah karya sastra (puisi) terhinda dari penggunaan kata-kata yang monoton.


Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Karena itu, untuk memahami karya sastra (puisi) harus dianalisis (Hill dalam Pradopo, 1996: 141). Berdasarkan pendapat Hill di atas, makan peneliti berniat untuk menganalisis penggunaan diksi dan struktur leksikal: sinonimi dalam puisi “Kangen” karya W.S Rendra.


Pemilihan puisi “Kangen” karya W.S Rendra dilatarbelakangi adanya keinginan dari peneliti untuk memahami sejauh mana penggunaan diksi dalam puisi tersebut. Alasan lain adalah adanya keinginan untuk meneliti penggunaan kalimat atau kata yang maknanya mirip atau kurang lebih sama (sinonimi).


Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi: (1) bagaimanakah diksi (aspek formal) dalam puisi “Kangen” karya W.S Rendra? (2) bagaimanakah struktur leksikal: sinonimi dalam puisi kangen karya W. S Rendra?

Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk memahami penggunaan diksi dalam puisi “Kangen” W. S Rendra, dan (2) untuk memahami struktur leksikal: sinonimi dalam puisi “Kangen” W. S Rendra.


  1. Landasan Teori

Diksi atau pilihan kata adalah pemilihan kata-kata yang sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan. Saat kita berbicara, kadang kita tidak sadar dengan kata-kata yang kita gunakan. Maka dari itu, tidak jarang orang yang kita ajak berbicara salah menangkap maksud pembicaraan kita.

Dari buku Gorys Keraf (DIKSI DAN GAYA BAHASA (2002: 24) dituliskan beberapa point -point penting tentang diksi, yaitu :


       Plilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata – kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata – kata yang tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.


*      Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa – nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.


*      Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa.


Diksi, dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara.Arti kedua, arti "diksi" yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi kata - seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan intonasi, daripada pemilihan kata dan gaya. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.


Fungsi Diksi

a)      Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.

b)    Membentuk gaya ekspresi gagasanyang tepat ( sangat resmi, resmi, tidak resmi ) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.

c)      Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.

d)      Menciptakan suasana yang tepat.

e)      Mencegah perbedaan penafsiran.

f)       Mencegah salah pemahaman.

g)      Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.


Fungsi diksi yang lain ialah sebagai sarana mengaktifkan kegiatan berbahasa (komunikasi) yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan maksud serta gagasannya kepada  orang lain. Sedangkan persuasi merupakan salah satu teknik mempengaruhi orang  dengan menggunakan cara tertentu baik  melalui ucapan maupun tulisan agar bersedia melakukan dengan senang hati, yang pada akhirnya dapat mengubah  sikap dan perilaku orang tersebut.  


Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik).


Hal-hal yang mempengaruhi pilihan kata berdasarkan kemampuan penggunaan bahasa


 Pemakaian kata mencakup dua masalah pokok, yakni :

  1. Masalah ketepatan memiliki kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan atau ide.

Menurut keraf “Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembaca”. Ketepan makna kata bergantung pada kemampuan penulis mengetahui hubungan antara bentuk bahasa (kata) dengan referennya.


  1. Masalah kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tersebut.

Masalah pilihan akan menyangkut makna kata dan kosakatanya akan memberi keleluasaan kepada penulis, memilih kata-kata yang dianggap paling tepat mewakili pikirannya.


Seandainya kita dapat memilih kata dengan tepat, maka tulisan atau pembicaraan kita akan mudah menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dirasakan atau dipikirkan oleh penulis atau pembicara. Mengetahui tepat tidaknya kata-kata yang kita gunakan, bisa dilihat dari reaksi orang yang menerima pesan kita, baik yang disampaikan secara lisan maupun tulisan. Reaksinya bermacam-macam, baik berupa reaksi verbal, maupun reaksi nonverbal seperti mengeluarkan tindakan atau perilaku yang sesuai dengan yang kita ucapkan. Agar dapat memilih kata-kata yang tepat, maka ada beberapa syarat yang harus diperhatikan hal berikut ini :

a)      Kita harus bisa membedakan secara cermat kata-kata denitatif dan konotatif; bersinonim dan hampir bersinonim; kata-kata yang mirip dalam ejaannya, seperti :bawa-bawah, koorperasi-korporasi, interfensi-interferensi, dan

b)      Hindari kata-kata ciptaan sendiri atau mengutip kata-kata orang terkenal yang belum diterima di masyarakat.

c)      Waspadalah dalam menggunaan kata-kata yang berakhiran asing atau bersufiks bahasa asing, seperti :Kultur-kultural, biologi-biologis, idiom-idiomatik, strategi-strategis, dan lain-lain

d)      Kata-kata yang menggunakan kata depan harus digunbakan secara idiomatik, seperti kata ingat harus ingat akan bukan ingat terhadap, membahayakan sesuatu bukan membahayakan bagi, takut akan bukan takut sesuatu.

e)      Kita harus membedakan kata khusus dan kata umum.

f)       Kita harus memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.

g)      Kita harus memperhatikan kelangsungan pilihan kata.


Diksi Dalam Puisi

Setiap penyair untuk mengutarakan apa yang terkandung dalam hatinya selalu terikat kepada kata-kata yang digunakannya. Seorang penyair akan mempunyai gaya yang berbeda dengan penyair lainnya dalam mengungkapkan buah pikiran yang akan dituangkan dalam karyanya. Penyair selalu berhati-hati dengan penggunaan kata-kata, karena pemilihan kata-kata sangat menentukan kepadatan dan kejelasan bahasa dalam karya puisi, dan memberi warna dalam karya puisi tersebut. Hal ini terjadi karena pilihan kata atau diksi selain mengandung arti yang tersirat, dan juga dapat menyentuh atau menggetarkan perasaan si pembaca atau penikmatnya. Penyair sering menggunakan diksi untuk membangkitkan imageri dalam melukiskan sesuatu dalam karya puisinya. Setiap orang tentu ingin menyampaikan perasaan dan pendapatnya dengan sejelas mungkin kepada orang lain. Kadang-kadang dengan kata-kata biasa belum begitu jelas menerangkan atau melukiskan sesuatu, maka dipergunakanlah persamaan, perbandingan serta kata-kata kias lainnya. Begitulah para penyair menggunakan diksi untuk memperjelas maksud serta menjelmakannya dalam karya puisi tersebut sehingga lebih menarik, bahkan dapat menyentuh serta mendebarkan perasaan si pembaca dan peminatnya.


Penyair, terutama yang masih mula-mula menggauli puisi, sering tergoda untuk memilih kata-kata, frasa, atau idiom yang indah-indah sebagaimana sering dijumpai dalam karya-karya sastra klasik, syair-syair lagu, atau kartu-kartu ucapan hari khusus, seolah-olah kata-kata tersebut serta-merta membuat sebuah sajak menjadi "indah". Estetika bahasa seolah diyakini dapat dicapai melalui penggunaan idiom-idiom yang klise tersebut, yang cenderung "berbunga-bunga". Efek estetik seakan menjadi satu-satunya yang penting dalam proses penciptaan puisi, sehingga rekan-rekan penyair yang muda pengalaman sering kali melupakan elemen-elemen lain yang tak kalah pentingnya dalam puisi.


Terlalu terpaku pada polesan kosmetika sering beresiko memudarkan inner beauty, "kecantikan dalam", aura seseorang? Begitu pula puisi, ada "tenaga dalam" yang juga (lebih) perlu mendapatkan perhatian penyair. Diksi, sedikit banyak memegang peranan penting dalam memunculkan kekuatan-kekuatan sebuah karya puisi, baik secara fisik semisal unsur bunyi (musikalitas), keunikan komposisi, maupun secara nonfisik seperti picuan asosiasi makna yang terbangkit dalam benak dan hati pembaca, getar emosi tertentu atau bahkan debar spiritual yang tak terjelaskan yang dirasakan oleh seseorang seusai membaca sebuah karya.


Diksi tentu tak bisa dilepaskan dari kosa kata. Agar seorang penyair mampu mengolah diksi, ia dituntut memiliki perbendaharaan kata yang cukup kaya serta upaya yang tekun dan tak kenal menyerah untuk mencari kemungkinan-kemungkinan bentukan komposisi kata yang unik, segar, dan menyarankan kebaruan pada kadar tertentu. Di dalam puisi setiap kata, frasa atau bahkan larik diupayakan untuk hadir dengan alasan yang lebih kuat dari pada sekedar untuk dekorasi semata. Sedapat mungkin kata-kata yang dipilih itu merangkum sebanyak mungkin tenaga potensial puitik, sehingga pada saatnya mampu memicu syaraf-syaraf puitik pembaca. Kata-kata yang dipilih dalam puisi sebaiknya bernas, telak, sekaligus enak didengar dan membekas dalam benak pembaca. Membekasnya sebuah ucap-ucapan dalam puisi ini bisa jadi dikarenakan idiom tersebut memiliki asosiasi tertentu yang membangkitkan emosi tertentu dalam diri pembaca, mungkin karena mengingatkannya pada pengalaman pribadinya sendiri, atau karena idiom tersebut memiliki keunikan tersendiri baik dalam hal bentuk atau bunyinya, kebaruannya, atau bahkan keusilannya "mengerjai" simpul-simpul syaraf puitik pembaca. Memperkaya diri dengan bacaan-bacaan lintas disiplin, wawasan bahasa lintas budaya, serta pengalaman berbahasa maupun pengalaman batin secara luas baik dari interaksi dengan orang lain, lingkungan maupun dengan diri sendiri adalah beberapa upaya yang dapat disebut guna mengasah kepekaan diktif seorang penyair.


Kekuatan diksi dapat lambat laun dicapai melalui latihan-latihan empirik. Dari situlah mungkin dapat dimengerti mengapa setiap penyair dapat dikenali gaya ucapnya melalui diksi dalam rangkaian karya-karya puisinya. "Dikenali" di sini lebih bersifat intuitif ketimbang fisik karena seorang penyair yang baik akan selalu berusaha terus mencari dan menemukan idiom-idiom yang belum pernah dipakai, paling tidak oleh dirinya sendiri. Ini tentu akan mengurangi kemungkinan ditemukannya pengulangan-pengulangan dalam karyanya, sehingga "pengenalan" kita atas gaya ucap penyair tersebut akan lebih bersifat menduga-duga sembari merasakan efeknya alih-alih menunjuk pola-pola yang kasat mata, meski tak dapat dimungkiri kadang-kadang tanpa disadari (atau justru disengaja?) seorang penyair memang ada memiliki kata-kata atau frasa "favorit" yang cenderung muncul dalam sejumlah karyanya.


Karya puisinya tetap mempunyai tujuan, dan pembacalah yang berusaha untuk menafsirkan isi sesuai dengan pokok persoalan yang dituangkan oleh penyair dalam sanjaknya. Hal ini sesuai dengan pendapat pakar yang menyatakan, “membaca sajak kita selalu menghadapi keadaan yang paradoksal. Pada suatu pihak sebuah sanjak, atau lebih luas sebuah karya sastra seni umumnya merupakan keseluruhan yang bulat, yang berdiri sendiri, yang otonom, dan yang boleh dan harus kita pakai dan tafsirkan sendiri.


3. Analisis Diksi Ragam Formal Puisi Kangen Rendra

Diksi merujuk kepada pemilihan kata. Berhasil atau tidaknya pesan yang disampaikan dalam puisi oleh pengarang bias juga dipengaruhi oleh pemiloihan diksi yang tepat. Dalam menulis atau menciptakan puisi, pengarang di tuntut memiliki kejelian dalam memilih kata atau kalimat.


Pilihan kata atau diksi tidak saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi soal perbendaharaan kata, urutan kata, dan daya sugesti. Adalah suatu kekeliruan yang besar untuk menganggap bahwa persoalan pilihan kata adalah persoalan yang sederhana, persoalan yang tidak perlu dibahas atau perlu dipelajari karena akan terjadi dengan sendirinya dengan wajar pada setiap manusia.


Peranan diksi dalam puisi sangat penting karena kata-kata adalah segala-galanya dalam puisi, bahkan untuk jenis puisi imajis, seperti dinyatakan oleh Sapardi Djoko Darono kata tidak sekedar berperan sebagai sarana yang menghubungkan pembaca dan gagasan penyair, seperti peran kata dalam bahasa sehari-hari dan proses umumnya, dalam puisi imajis kata-kata sekaligus sebagai pendukung dan penghubung pembaca dunia intuisi penyair. Begitu pentingnya pilihan kata dalam puisi sehingga ada yang menyatakan bahwa diksi merupakan esensi penulisan sebuah puisi bahkan ada pula yang menyebutkan sebagai dasar bangunan setiap puisi sehingga dikatakan pula bahwa diksi merupakan faktor penentu seberapa jauh seorang penyakit mempunyai daya cipta yang asli.


Dalam puisi penempatan kata-kata sangat penting artinya dalam rangka menumbuhkan suasana puitik yang akan membawa pembaca kepada pemikiran dan pemahaman yang menyeluruh dan total. Beberapa penyair sering mempergunakan kata-kata biasa, yakni kata-kata sederhana yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata semacam ini dengan cepat dan tidak terlalu sukar dimengerti oleh pembaca karena kata-kata tersebut menampilkan efek kejelasan yang bersifat langsung, seperti, urutan kata dan daya sugesti, oleh karena itu penulis akan mendiskripsikan tentang tiga aspek dalam diksi tersebut.


Perbendaharaan kata penyair di samping sangat penting untuk kekuatan ekspresi juga menentukan ciri khas penyair, di samping penyair, memilih kata berdasarkan makna yang akan disampaikan dan tingkat perasaan serta nuansa batinnya, juga dilatarbelakangi oleh faktor sosial budayanya. Suasana batin pengarang juga menentukan pilihan kata, artinya bila pengarang sedang marah maka dia akan menggunakan kata-kata yang keras (radikal), tetapi bila dia dalam keadaan bahagia akan memakai kata-kata yang cenderung puitis, intensitas perasaan penyair, kadar emosi, cinta, benci, haru dan sebagainya.


Karena puisi dalam pembahasan ini ini adalah puisi tertulis, maka kedudukan kata itu sendiri sangat menentukan pada makna. Dalam puisi lisan, makna kata juga ditentukan oleh lagu, tekanan dan suara pada saat kata-kata itu dilaksanakan. Penyair sering kali memilih kata-kata khas yang maknanya hanya dapat dipahami setelah menelaah latar belakang penyairnya.


Dalam puisi “KANGEN” pilihan kata yang digunakan oleh pengarang yang sangat sederhana seperti yang dapat dilihat dalam puisi tersebut. Kata-kata yang digunakan oleh penyair mudah dipahami. Aspek  formal terkait dengan ragam penggunaan bahasa ragam baku, yaitu ragam bahasa yang lazim digunakan dalam suasana resmi seperti pidato. Ragam bahasa ini ditandai dengan pemakaian tata bahasa, kosakata serta ucapan secara standar.


            Dalam hubungannya dengan aspek formal, puisi KANGEN W. S. Rendra terbukti tidak banyak menggunakan kosakata ragam nonbaku. Hal ini dibuktikan dengan pengecekan dalam KBBI (2008). Sebagai bukti, mari kita lihat seluruh kata dalam baris pertama sampai baris  keempat berikut ini.

(1)   Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku

(2)   menghadapi kemerdekaan tanpa cinta

(3)   kau tak akan mengerti segala lukaku

(4)   kerna luka telah sembunyikan pisaunya.


Seluruh kata yang ada dalam baris pertama sampai baris ke empat beragam formal (ragam baku), kecuali kata kerna dalama baris keempat. Kata kerna tidak ditemukan artinya dalam KBBI.


Selanjutnya, kita periksa lagi dalam baris ke lima sampai baris ke sepuluh berikut ini.

(5)   Membayangkan wajahmu adalah siksa.

(6)   Kesepian adalah ketakutan dalam kelumpuhan.

(7)   Engkau telah menjadi racun bagi darahku.

(8)   Apabila aku dalam kangen dan sepi

(9)   itulah berarti

(10)   aku tungku tanpa api


Bahwa seluruh kata dalam baris ke lima sampai baris ke sepuluh, tidak ditemukannya kata-kata non formal. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar kata-kata dalam puisi KANGEN W. S Rendra menggunakan bahasa ragam baku. Puisi KANGEN Rendra di atas mengungkapkan rasa kangen atau rindu kepada kekasih.


Jadi, kesimpulannya berdasarkan hasil analisis aspek formal adalah sebagian besar kata-kata dalam puisi di atas menggunakan ragam baku. Hal ini dilakukan melalui pengecekan dalam KBBI (2008).


4. Analisis Struktur Leksikal: Sinonimi  Puisi Kangen Rendra

Sinonim merujuk pada penggunaan kata ataupun kalimat yang maknanya kurang lebih sama atau mirip. Dalam puisi, sinonim berperan memberi penekanan kepada makna kata tertentu seperti apa yang dimaksud oleh pengarang dalam puisinya. Sinonim kalimat adalah persamaan pengertian antara dua kalimat atau lebih.


            Adanya sinonim dalam sebuah puisi menimbulkan efek yang dapat menghasilkan variasi kosa kata ataupun variasi kalimat yang maknanya hamipr sama atau kurang lebih sama. Keberadaan sinonimi dalam puisi Kangen W. S Rendra secara eksplisit ada pada kata-kata:  kesepian, tanpa cinta, ketakutan, kelumpuhan.


Mari kita analisis sinonim berikut:

1)      Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku

2)      Menghadapi kemerdekaan tanpa cinta

Kata yang dicetak miring di atas sebenarnya tidak memiliki makna yang sama sebab masing-masing kata mempunyai nuansa makan yang berlainan. Parera (dalam Siswantoro, 2010: 201) menegaskan tidak terdapat dua kata yang maknanya memang merujuk kepada ide refren yang sama persis. Dalam pemakaian bahasa memang sering dijumpai keinginan pemakai bahasa untuk mengganti sutu kata ataupun satu kalimat dengan kata atau kalimat yang lain yang maknanya kurang lebih sama atau mirip sebagai variasi atau sebagai cirri kebebasan berbahasa.


            Dalam konteks baris 1 dan 2, kata kesepian dan tanpa cinta mempunyai kemiripam makna. Dalam KBBI (2008: 1323), kesepian diartikan: keadaan sepi; kelengangan; kesunyian. Kesepian dan tanpa cinta dalam puisi di atas merujuk pada refren yang sama yaitu sunyi. Secara fungsi puitik, kedua kata tersebut saling bertaut sebab kata tanpa cinta memberi penekana pada makna kata kesepian dalam baris 1. 


            Sinonim lain dalam puisi KANGEN Rendra di atas ada pada kata ketakutan dan kelumpuhan pada baris ke 6.


            (6) Kesepian adalah ketakutan dalam kelumpuhan

KBBI (2008: 1420), ketakutan memiliki makna perihal takut; rasa takut; keadaan takut. Sedangkan kelumpuhan memiliki makna perihal lumpuh (KBBI, 2008: 884). Lumpuh memiliki makna lemah tidak bertenaga atau tidak dapat bergerak lagi. Kata ketakutan mempertegas makna kelumpuhan. Keduanya merujuk pada refren yang sama yaitu kesepian.

 

 

Daftar Pustaka

Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi.

KBBI. 2008. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional

Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Http//:www.diksi puisi.com. Akses 14 Juni 2012

 

 

Writer || Siprianus Hancu, S. Pd (Guru SMPK Kemasyarakatan, Ndoso)
Redaksi || Stano