Hidup itu dibawa santai saja. Ya, harus begitu, kalau dibuat ribet, akan jadi mumet. Segala masalah jangan dijadikan beban, toh itu hanya ujian. Termasuk aku yang hanya diam, sebab tak punya pujaan yang bisa diajak jalan. Aku tidak memilih-milih pasangan. Hanya saja, pemikiran tidak sejalan. Tetapi, hari ini ada yang berubah, saat kudatang ke taman.
"Hai," sapanya.
Aku mengangguk dan tersenyum padanya.
"Aku lagi penat, jadi butuh teman curhat," katanya.
Aku tersenyum lagi.
"Ada yang tidak beres," pikirku dalam hati.
Ia pun menangis di sandaranku. Kesesakannya teramat dalam dan kurasa itu. Air matanya terus mengalir. Aku bingung bagaimana menenangkannya. Kenal saja tidak, baru bertemu beberapa menit lalu.
"Aku tahu kamu orang baik," bisiknya.
Aku hanya diam tak menanggapi. Banyak pertanyaan yang ingin kutanya, tapi tertahan.
"Bisakah kubersandar selamanya?" tanyanya.
"Bersandarlah sampai kapan kau mau," jawabku.
Ia tersenyum kepadaku,"Kamu orang baik, detak jantungmu mengatakannya kepadaku," katanya lagi. Aku tersipu.
Taman semakin ramai. Pelukannya semakin damai. Tak kusangka, taman ini menjadi saksi bisu perubahan takdirku. Aku memberanikan diri mengecup keningnya. Beberapa orang menatap ke arahku, aku tak peduli, toh ini biasa kalau lagi jatuh cinta.
"Senja itu indah," katanya.
"Ya, seindah wajahmu," godaku.
Ia tersipu dan mencubit pipiku.
"Prak!" satu bogeman keras mendarat di wajahku. Aku tersungkur jatuh dari bangku taman.
"Jadi ini selingkuhanmu? Dasar wanita jalang," teriak laki-laki itu.
Samar-samar kulihat ia dipaksa pulang oleh laki-laki berewok itu.
19 September 2023
Writer|| Marianus Hamse, S.Pd
Redaksi|| Stano