Polemik PP No 28 Tahun 2024 dan Implikasinya pada Visi Pendidikan Indonesia 2045

 

Foto Penulis: Safarudin Jemadil 

INFOSMPN3PACAR.COM- Opini- Karakter Manusia (peserta didik) sangat dipengaruhi dari tiga dimensi lingkungan yang berbeda , mulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan Masyarakat. Sekolah merupakan rumah kedua dari peserta didik dan sangat dominan dalam pembentukan karakter anak. Hal tersebut karena Sebagian besar waktu mereka dihabiskan di sekolah untuk belajar, baik kegiatan intra kurikuler-ko kurikuler maupun ekstrakurikuler.

Gaya Pendidikan di Indonesia sekarang Kembali pada landasan  pemikiran  Ki Hajar Dewantara Dimana Pendidikan adalah pembudayaan buah budi manusia yang beradab dan buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan yang selalu mengelilingi hidup manusia yaitu kodrat alam dan zaman atau masyarakat. 

Dengan demikian, pendidikan itu sifatnya hakiki bagi manusia sepanjang peradabannya seiring perubahan jaman dan berkaitan dengan usaha manusia untuk memerdekakan batin dan lahir sehingga manusia tidak tergantung kepada orang lain akan tetapi bersandar atas kekuatanya sendiri. 

Tugas Guru adalah menuntun Semangat anak agar anak bisa bebas belajar, berpikir, agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan dirinya di lingkungan masyarakat yang saat ini menjadi tema besar kebijakan pendidikan Indonesia yaitu Merdeka Belajar. 

Semangat Merdeka belajar ini nantinya akan menghasilkan dan mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Pelajar Pancasila disini berarti pelajar sepanjang hayat yang kompeten dan memiliki karakter sesuai nilai-nilai Pancasila yaitu 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) Mandiri; 3) Bergotong-royong; 3) Berkebinekaan global; 4) Bernalar kritis; dan 6) Kreatif.

Menurut UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Ketika mencernai pasal ini berarti ada korelasi dan relevansinya dengan perwujudan pelajar profil Pancasila yang digaungkan oleh kurikulum Merdeka saat ini.

Salah satu poin penting yang saya cermati dari Undang-undang no 20 tahun 2003 pada pasal 3  adalah Kesehatan. Memang Kesehatan dengan seluruh dimensinya di linkungan sekolah adalah hal yang sangat urgensi untuk di perhatikan dan bisa saja sebagai prioritas utama. Sekolah sebagai subjek regulasi sudah menerapkanya. Di Kabupaten Manggarai Barat sendiri sudah dinstruksikan oleh Dinas Pendidikan melalui Pengawas sekolah dan Kepala Sekolah untuk mengkampanyekan  Gerakan Sekolah Sehat (GSS), Gerakan Menanam Pohon terutama pohon Bambu, dan pengadaan tempat sampah di masing-masing satuan Pendidikan. 

 Dari amanat undang-undang tersebut dapat disimpulkan sudah ada pijakan strategis dan sebuah green desain untuk menciptakan generasi emas Indonesia tahun 2045. 

Saat ini secara kolektif kolegial kita sudah menggalakan semangat Merdeka belajar dan tentunya terstruktur dan masiv, tapi saat ini di penghujung pemerintahan Presiden Jokowidodo kita digemparkan dengan isu yang cukup membingungkan public yaitu dikeluarkanya Peraturan Pemerintah (PP) No.28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang no 17 tahun 2023 Tentang Kesehatan. Yang menjadi persoalan dan polemic di Masyarakat adalah pasal 103 ayat 4 mengatakan “Pelayanan Kesehatan reproduksi usia sekolah dan remaja poin e, berbunyi penyediaan alat kontrasepsi.”

PP yang dibuat pemerintah ini pun menuai kontroversi, terutama soal penyediaan alat kontrasepsi bagi kelompok usia sekolah dan remaja. Penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dinilai oleh publik adalah kebijakan yang tak masuk akal dan salah kaprah. Saya sebagai pendidik misalnya bisa saja beranggapan 

"Kebijakan pembagian alat kontrasepsi itu akan menjadi sangat aneh dan perlu ditinjau kembali. Karena bisa saja kebijakan ini sebagai adopsi konsep Barat(comprehensive sex edukaction) yang bertentangan dengan budaya dan nilai-nilai luhur Pancasila, atau pemikiran trans-nasional Barat untuk merusak tatanan kehidupan kita di masa depan.

Dengan alasan apapun yang diperdebatkan, tentunya akan bertentangan dengan Nurani dan norma ketimuran di mana issu semacam ini akan menjadi aib untuk dibicarakan apalagi diterapkan. Yang ditunggu sekarang adalah respon publik terhadap peraturan ini, untuk dipertimbangkan Kembali oleh pemerintah.

Selama ini dinas Kesehatan cukup intens terjun ke sekolah-sekolah sebagai bentuk implementasi peraturan ini dan sebuah program, seperti deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan (pil tambah darah),konseling, mungkin sebentar lagi penyediaan dan pemberian alat kontrasepsi untuk siswa. 

Generasi emas yang di canangkan oleh pemerintah akan jadi ambigu. Tentunya ini adalah sebuah kerisauan Bersama bagi semua elemen bangsa terutama kementrian Pendidikan. Guru sebagai actor terbaik dalam mendidk anak masa depan tentu merasa bingung dengan peraturan ini. Visi Pendidikan generasi emas 2045 yang menjadi kiblat  Bersama tentunya akan berjalan stagnan karena lokomotif semangat dan regulasinya tidak searah.



Writer|| Safarudin Jemadil,S.Pd, Gr
Editor|| Stanislaus Bandut, S.Pd